Jumat, 18 November 2011

Hak dan Kewajiban Wajib Pajak secara umum


Pendahuluan
Seiring dengan usaha-usaha pemerintah untuk meningkatkan tax ratio,
sejak tahun 2001 pemerintah telah melakukan berbagai kegiatan untuk ekstensifikasi dibidang perpajakan. Selain melalui kegiatan canvassing, upaya eksensifikasi juga dilakukan DJP dengan cara "memaksa" Wajib Pajak Orang Pribadi untuk memiliki NPWP secara system, misalnya kewajiban memiliki NPWP sebagai salah satu syarat dalam permohonan kredit perbankan bagi wajib pajak orang pribadi.
Dalam siaran pers DJP tanggal 25 Agustus 2005 ditegaskan bahwa
berdasarkan informasi dari Pusat Data Pajak dan sistem komputerisasi
pajak, DJP akan memberikan NPWP (secara jabatan) terhadap:
a. Pemilik tanah dan bangunan mewah;
b. Pemilik mobil mewah;
c. Pemilik kapal pesiar atau yacht;
d. Pemegang saham, baik di dalam negeri maupun di luar negeri;
e. Orang asing;
f. Pegawai tetap yang berpenghasilan di atas PTKP; dan lain-lain, yang belum ber-NPWP.
Pemberian NPWP secara jabatan tersebut akan dilakukan sejak tanggal 1 September 2005. Dengan demikian diharapkan jumlah Wajib Pajak akan mencapai 10 juta Wajib Pajak pada tanggal 20 Oktober 2005.
Apabila pemberian NPWP tersebut dilakukan secara serentak, maka dalam
waktu singkat akan terdapat banyak Wajib Pajak baru yang belum atau
bahkan tidak mengetahui tentang hak dan kewajiban-kewajiban yang
harus dilakukannya selaku wajib pajak (setelah memperoleh NPWP).
Pemungutan pajak di Indonesia menggunakan system self assessment,
oleh karena itu wajib pajak harus memahami hak dan kewajiban perpajakannya agar dapat menjalankan kewajiban perpajakannya dengan baik. Hal ini agar wajib pajak terhindar dari masalah-masalah yang mungkin timbul dikemudian hari yang mungkin merugikan 
Hak dan Kewajiban Wajib Pajak secara umum
Berdasarkan undang-undang no 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tatacara perpajakan, sebagaimana terakhir telah diubah dengan undang-undang no 16 tahun 2000, terdapat hak dan kewajban wajib pajak sebagai berikut
a. Kewajiban Wajib Pajak.
1) Mendaftarkan diri ke KPP untuk memperoleh NPWP. Dalam rangka program extensifikasi, meskipun Wajib Pajak tidak (belum) mendaftarkan diri, bagi wajib pajak yang telah memenuhi syarat untuk memiliki NPWP maka akan diberikan NPWP secara jabatan. Apabila kepada wajib pajak telah diberikan NPWP secara jabatan, maka telah menggugurkan kewajiban wajib pajak untuk mendaftarkan diri. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak, oleh karena itu kepada setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu Nomor Pokok Wajib Pajak. Selain daripada itu, Nomor Pokok Wajib Pajak juga dipergunakan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan. Dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan, Wajib Pajak diwajibkan mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimilikinya.
2)  Wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak. Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang memenuhi syarat untuk dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang PPN, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak. Fungsi pengukuhan Pengusaha Kena Pajak selain dipergunakan untuk mengetahui identitas Pengusaha Kena Pajak yang sebenarnya, juga berguna untuk melaksanakan hak dan kewajiban di bidang PPN dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM) serta untuk pengawasan administrasi perpajakan.
3)  Mengambil sendiri Surat Pemberitahuan di tempat yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Dalam rangka pelayanan dan kemudahan bagi Wajib Pajak, formulir Surat Pemberitahuan disediakan pada kantor-kantor di lingkungan DJP dan tempat-tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak yang diperkirakan mudah terjangkau oleh Wajib Pajak.
4)  Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, jelas, dan menandatanganinya. Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan. Bagi Wajib Pajak yang telah mendapat izin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah, wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dan mata uang selain Rupiah yang diizinkan.
5)  Wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang ke kas negara melalui Kantor Pos dan atau Bank Persepsi. Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak
6)  Wajib menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan. Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia diwajibkan untuk menyelenggarakan pembukuan. Dikecualikan dari kewajiban pembukuan, tetapi diwajibkan melakukan pencatatan bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. Pembukuan dan dokumen dokumen yang berhubungan dengan kegiatan usaha harus disimpan oleh wajib pajak selama 10 (sepuluh) tahun. Karena selama jangka waktu tersebut DJP masih dapat melakukan pemeriksaan.
7) Dalam hal terjadi pemeriksaan pajak, Wajib Pajak wajib :
• Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
• Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan;
• Memberikan keterangan yang diperlukan.
b. Hak Wajib Pajak
1)  Wajib Pajak berhak untuk menerima tanda bukti pelaporan SPT. Untuk Surat Pemberitahuan yang disampaikan dengan pos tercatat melalui kantor pos dan giro, maka tanggal pegiriman dianggap sebagai tanggal penerimaan.
2)  Wajib Pajak berhak untuk mengajukan permohonan penundaan penyampaian SPT. Apabila Wajib Pajak ternyata tidak dapat menyampaikan atau menyiapkan laporan keuangan tahunan atau neraca perusahaan beserta laporan laba rugi dalam jangka waktu yang telah ditetapkan karena luasnya kegiatan usaha dan masalah-masalah teknis penyusunan laporan keuangan, sulit untuk memenuhi batas waktu penyelesaian dan memerlukan kelonggaran dari batas waktu yang telah ditentukan, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan agar memperoleh perpanjangan waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. Perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan hanya dapat diberikan paling lama 6 (enam) bulan.
3)  Wajib Pajak berhak untuk membetulkan Surat Pemberitahuan yang
telah disampaikan ke KPP. Terhadap kekeliruan dalam pengisian Surat
Pemberitahuan yang dibuat oleh Wajib Pajak, masih terbuka baginya hak
untuk melakukan pembetulan atas kemauan sendiri dalam jangka waktu 2
(dua) tahun sesudah berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau
Tahun Pajak, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum mulai
melakukan tindakan pemeriksaan.
4)  Wajib Pajak dapat untuk mengajukan permohonan penundaan dan permohonan untuk mengangsur pembayaran pajak sesuai dengan kemampuannya. Atas permohonan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak
dapat memberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran
pajak yang terutang termasuk kekurangan pembayaran Pajak Penghasilan
yang masih harus dibayar dalam Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan, meskipun tanggal jatuh tempo pembayaran telah ditentukan. Kelonggaran tersebut diberikan dengan hati-hati untuk paling lama 12 (dua belas) bulan dan terbatas kepada Wajib Pajak yang benar-benar sedang mengalami kesulitan likuiditas.
5)  Wajib Pajak berhak untuk mengajukan permohonan penurunan angsuran PPh Pasal 25.
6) Wajib pajak berhak untuk mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
7)  Wajib Pajak berhak untuk mengajukan permohonan pembetulan salah tulis atau salah hitung atau kekeliruan yang terdapat dalam Surat Ketetapan Pajak.
8)  Wajib Pajak berhak untuk mengajukan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak dan memperoleh kepastian terbitnya keputusan atas surat keberatannya. Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu :
a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar;
d. Surat Ketetapan Pajak Nihil;
e. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang jelas dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal surat ketetapan pajak yang diajukan keberatan
9)    Wajib Pajak berhak mengajukan banding ke pengadilan pajak atas keputusan keberatan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
10)  Wajib Pajak berhak untuk mengajukan permohonan penghapusan atau pengurangan pengenaan sanksi perpajakan serta pembetulan ketetapan pajak yang salah atau keliru.
11)  Wajib Pajak berhak memberikan kuasa khusus kepada orang lain yang dipercayainya untuk mewakilinya dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Kewajiban untuk menyetor dan melaporkan pajak yang terutang.
Kewajiban yang harus dilakukan oleh wajib pajak setelah terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak dan memiliki NPWP adalah melakukan pembayaran dan melaporkan pajak yang terutang atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya. Selain itu, wajib pajak juga memiliki kewajiban untuk memungut/memotong dan menyetorkan pajak atas penghasilan yang dibayarkan/ terutang kepada pihak lainnya. Selain Pajak Penghasilan, bagi pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak juga memiliki kewajiban dibidang PPN dan PPn BM. Kewajiban pajak yang harus dilakukan bagi masing-masing "jenis" wajib pajak berbeda-beda. Dalam tulisan ini akan diuraikan tentang kewajiban pajak bagi wajib pajak orang pribadi, baik yang berstatus sebagai karyawan maupun orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha serta kewajiban pajak bagi wajib pajak badan.

HUKUM FORMAL DAN HUKUM MATERIAL


HUKUM FORMAL DAN HUKUM MATERIAL

v  Pengertian sumber hukum

Sumber hukum adalah segala apa yang menjadi yang menimbulkan atuaran-aturan yang mempunyai kekuasaan yang bersifat memaksa, yakni aturan-atuaran yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata.
Sumber hukum dapat dibagi menjadi beberapa sumber seperti sumber hukum material dan sumber hukum formal yaitu :

a.       Sumber hukum material
Hukum material adalah segala kaidah/aturan/norma yang menjadi patokan atau sumber manusia untuk bersikap, bertindak.sumber hukum materi adalah tempat dari mana materil itu diambil. Menurut sudikno mertokusum.”Sember hokum materil merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum, misalnya hubungan sosial, hubungan kekuatan politik, situasi social ekonomi, tradisi (pandangan keagamaan, kesusilaan). Hasil penelitian ilmiah (kriminologi, lalu lintas) perkembangan internasional, keadaan geografis, dll”.
b.      Sumber hukum formal
c.       Hukum formal merupakan penerapan dari hukum material, sehinnga hukum formal dapat berjalan dan ditaati oleh semua objek hukum. Adapun sumber-sumber hukum formal yaitu :

    1. Undang-undang (statute)
Undang-undang adalah suatu peraturan bangsa yang mempunyai kekuatan hukum mengikat yang dipelihara dan dinuat oleh Negara (pemerintah, parlemen dan legislative).

o   Syarat-Syarat berlakunya undang-undang
-        Diundangkan dalam Lembar Negara (LN) oleh mentri sekertaris Negara.
-        Tanggal berlakunya undang-undang mulai dari tanggal undang-undang itu ditetapkan.

o   Berakhirnya kekuatan sutu undang-undang
-        Jangka waktu yang telah ditentukan telah lampau atau sudah kadaluarsa.
-        Keadaan Untuk apa undang-undang sudah tidak ada lagi.Undang-undang sudah dicabut dengan tegas oleh instansi/lembaga yang membuat atau  instansi/lembaga yang lebih tinggi kedudukamnya
-        Telah dibuatnya undang-undang yang baru yang isinya Keputusan-keputusan bertentangan dengan undang-undang yang dulu/ telah direvisi.

    1. Kebiasaan (costum)
Kebiasaan adalah perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal yang sama sehingga oleh masyarakat dianggap sesuatu hal yang penting dan harus dilaksanakan dan tidak bisa di tinggalkan dan bersifat mengikat/memaksa, misalnya adat istiadat,oleh karena itu kebisaan dapat dijadikan sumber hokum di masyarakat.

3.Hakim (Jurisprudentie)
Jurisprudensi adalah keputusan hakim terdahu yang sering diikuti dan dijadikan dasar keputusan oleh hakim kemudian mengenai masalah yang sama

o   Ada dua macam jurisprudensi:
-        Jurisprudensi tetap
-        Jurisprudensi tidak tetap

4.      Traktat (treaty)
Traktat adalah perjanjian yang dilakukan oleh dua Negara atau lebih yang berisikan consensus  yang harus disepakati sehingga mempunyai sifat terikat da memaksa.

o   Macam-macam traktat :
-        Traktat bilateral adalah perjanjian yang dilakukan hanya oleh dua Negara misalnya, Indonesia menjalin perjanjian internasinal dengan jepang dalam bidang perdagangan (eksport-import)
-        Traktat multilateral adalah perjanjian yang dilakukan lebih dari dua Negara misalnya perjanjian internasional tentang pertahanan bersama Negara dikawasan atlantik utara (NATO), perjanjian internasional dalam bidang dana moneter/keuangan (IMF).
-         
5.      Pendapat sarjana hukum (doktrin)
Pendapat para sarjana dalam sumber hukum sangatlah berpengaruh besar  terutama dalam hubungan internasional. Seoarang hakim dalam menentukan atau mengambil keputusan dalam sutu perkara selalu mengutup pendapat para sarjana ynag sudah terbukti kapasitasnya dalam bidang ilmu pengetahuan hokum. Oleh karma itu pendapat para sarjana dapat di jadikan sumber hukum