Selasa, 13 Desember 2011

ektremisme

Alienasi orientasi hidup bangsa Eropa itu sangat bisa kita maklumi. Dalam sejarahnya, gereja lebih sering berseberangan dengan kaum cendekiawan rasional. Dan dari sejarah gereja di Eropa, kita bisa dengan sangat jelas menyimpulkan, bahwa agama Kristen, pada hakikatnya, jauh lebih fundamentalis dan ekstrimis dari yang mungkin kita duga sebelumnya.
Gereja Katolik Roma, sebagai lembaga terbesar dunia Kristen, dalam sejarahnya, telah mengalami begitu banyak sejarah kelabu yang membuat kita harus mengerutkan dahi karena ke-tak-bisa-dimengertiannya. Dalam sejarah, Gereja Katolik Roma seolah menjadi simbol resmi yang bersambung kepada Yesus Kristus, tetapi dalam fakta sejarah berikutnya, pandangan tersebut mungkin akan terasa tidak selaras. Dalam sejarah Gereja Katolik Roma, semua aliran yang mengatasnamakan Kristen, tetapi tidak sejalan dengan doktrin gereja, akan dimusnahkan tanpa ampun—bahkan dari catatan sejarah. Begitu banyak sejarah tentang hal itu, dan para sarjana Kristen pun tak menepisnya.
Di sisi lain, pada perkembangan selanjutnya, Gereja Katolik Roma justru berjalan terseok dengan joki-joki politik yang membingungkan umat. Paus di angkat dan di dukung secara politis oleh raja-raja Eropa, dan Paus yang lain di dukung oleh raja yang lain. Jadilah Gereja Katolik Roma telah beralih dari lembaga agama Kristen menjadi ‘negara Kristen’. Perebutan kekuasaan Paus menjadi satu poin sendiri dalam sejarah Gereja Katolik Roma.
Puncak dari dinamika-negatif Gereja Katolik Roma terjadi pada abad ke-16, ketika Martin Luther dari Inggris, pada tahun 1517, mengeluarkan 95 dalil Luther, yang intinya mengkritisi dan menelanjangi Gereja Katolik Roma sebagai lembaga yang telah menyimpang dari Alkitab karena pengaruh dunia. 95 dalil Luther itu kemudian menjadi embrio dari pergerakan ‘Protes’ gereja di Eropa berikutnya, yang akhirnya melahirkan sebuah lembaga gereja Kristen baru: Gereja Protestan!
Demikianlah, bahwa dalam sejarahnya, gereja Kristen telah mengalami dinamika yang negatif dalam berbagai konteks dan ukuran—dinamika internal, dan dinamika eksternal. Dinamika-negatif yang kemudian menjadi konflik intelektual berkepanjangan tentu saja dinamika gereja dengan kaum cendekia rasional yang selalu saling tarik menarik. Akhirnya, ujung dari dinamika-negatif ini, bangsa Eropa mengalami titik kebingungan orientasi, yang akhirnya melahirkan seorang Friedrich Nietzsche, dan kemudian Nietzsche-Nietzsche yang lain berikutnya.
SPIRITUALITAS: SEBUAH KEBUTUHAN
Dalam ungkapan yang satir, manusia adalah binatang yang berpikir. Karena itulah, manusia bukanlah binatang yang mampu hidup hanya demi tujuan dasar binatang: makan, istirahat & seks. Ada satu kebutuhan manusia yang membedakannya dengan binatang lain, yaitu berpikir! Dan puncak dari kebutuhan manusia itu adalah pertanyaan paling akhir seputar ‘apakah hidup ini’; ’siapakah kita’; ‘untuk apa hidup ini’ dan lain sebagainya.
Dari pertanyaan-pertanyaan kontempelatif itulah kemudian lahir ‘kesadaran-kesadaran’ konklusif, bahwa manusia adalah sebuah keberadaan yang kemungkinan besar ada karena diciptakan oleh Kekuatan Tinggi. Dari sinilah kiranya sangat dapat diterima, bahwa spiritualisme—yaitu segala hal yang berhubungan dengan ‘pertanyaan-pertanyaan tak terjawab’—lahir sebagai kebutuhan manusia yang sifatnya urgen, dan dalam konteks tertentu, menjadi bersifat primer.
Sipiritualitas adalah sebuah kebutuhan dasar manusia. Spiritualitas adalah kecenderungan alamiah manusia sebagai binatang yang berpikir.
TUHAN
Dalam kajian filsafat, ada beragam pemahaman dan kajian tentang Tuhan, yang tertuang dalam istilah aliran-aliran Filsafat. Karena memang banyak, tentu rumit membahasnya dalam forum seperti ini. Tapi pada dasarnya, konsep tentang Tuhan sangat mudah untuk di-’renung’-i.
Tuhan, dalam banyak bentuk pemahaman manusia, diyakini sebagai ‘Kekuatan Paling Tinggi’ yang menguasai kehidupan. Hal itu sangat mahfum dan umum, bahwa memang sangat mudah untuk memahami bahwa ada ‘hierariki-eksistensi’ dari kehidupan, yaitu mahluk dan Tuhan. Konsep ini sangat mudah untuk diterima dan membuat kita sangat nyaman. Adanya ‘Kekuatan Tinggi’ memberi kita rasa aman dari rasa takut akan berbagai kepayahan hidup: ketidakadilan, kesulitan-kesulitan, dan balasan-balasan perbuatan.
Tapi bagi saya sendiri, satu konteks pemikiran yang sangat simpel untuk menerima konsep tentang ‘Yang Maha Tinggi’ itu adalah: ‘Apakah kita?’ Kenapa ada kehidupan? Saya tak bisa memahami bahwa eksistensi kehidupan ini adalah sebuah ‘keadaan yang apa adanya’. Ya! APA adalah pertanyaan paling sederhana bagi saya untuk menerima konsep tentang ‘Yang Maha Tinggi’. Saya yakin, tak ada satu cendekiawan sekuler-pun yang mampu menjelaskan APA tersebut, selain terbatas pada lingkup: ‘Kebetulan’, ‘Keabadian Tanpa Awal-Akhir’, atau sejenisnya; dan yang paling mengenaskan, adalah manifesto sekuleris: ‘Tak Perlu Dipikirkan!’. Untuk manifesto demikian, saya hanya bisa berkata, saya tak mampu untuk tak berpikir, karena berpikir adalah kebutuhan saya. Saya butuh seks, saya butuh makan, tetapi itu belum cukup.
LEMBAGA AGAMA
Agama adalah kristalisasi pemikiran kolektif tentang spiritualitas. Terlepas dari tarik-ulur pembahasan apakah agama itu karya kultural manusia atau wahyu Illahi dari Sang Kosmos, agama bisa kita terima sebagai pengejawentahan pemikiran manusia akan spiritulitas, yang dituangkan dalam sekumpulan tata-laku pengaturan kehidupan, dan tata-laku penyembahan kepada Sang Kosmos. Darinya lahirlah doktrin-doktrin, yang mengikat anggota kolektif pengikutnya, dan lahirlah agama-agama formal yang melembaga.
Walaupun bagi tiap anggotanya, lembaga Agama formal—Islam, Kristen, dll—adalah sebuah jalan yang diberikan langsung oleh Tuhan melalui Juruselamat-Nya, tetapi bagi cendekiawan sosio-historis, agama formal tetap lebih cenderung dikaji sebagai produk kultural-kontempelatif manusia. Bagi saya hal itu sama sekali tidak masalah. Agama memang tidak terlepas dari dinamika kultural manusia.
Satu perenungan yang patut kita renungkan adalah bahwa, agama-agama di dunia, memiliki kesamaan-kesamaan visioner tentang hidup dan kemuliaan. Kesamaan-kesamaan ini agak susah dipahami jika disebut sebagai kebetulan, karena manusia tersebar dalam ringkup dimensi ruang yang amat luas. Kemungkinan yang paling bisa diterima adalah bahwa, kesamaan-kesamaan visi agama itu adalah wujud dari adanya ‘kecenderungan alamiah’ dari manusia untuk menuju pada spiritualitas, yang kemudian mengerucut menjadi pemelukan suatu agama.
Dari pendekatan inilah—bahwa kesamaan visi agama adalah wujud dari kecenderungan alami—dapat kiranya kita pahami, dengan cara inilah Tuhan mewahyukan Firman-Firman-Nya. Kemudian, karena komunitas manusia terus berkembang, maka lembaga agama ini mengalami dinamika sosial yang sangat kompleks, yang mengakibatkan terjadinya akulturasi bentuk antara doktrin agama dengan dinamika kreatif kultural manusia. Dinamika yang berlangsung selama ratusan dekade itulah, akhirnya melahirkan agama-agama yang masih tersisa hingga saat ini.
KRISTEN: PROBLEM TEOLOGIS DAN EKSTRIMISME
Doktrin utama agama Kristen mayoritas modern saat ini adalah Tritunggal, atau Trinitas. Walau merupakan doktrin resmi, selama berabad-abad, doktrin ini masih berada dalam altar problematik dalam teologi Kristen. Sarjana dan Cendekia Kristen ortodoks mencoba mencari jalan paling moderat dari problem ini dengan menafsirkannya sebagai misteri filosofis dari ke-Esa-an Tuhan, dan yang lain mencoba melakukan representasi-representasi ulang kepada ayat-ayat Alkitab. Tapi pada kenyataannya, doktrin Trinitas tetap berada pada titik kondisi dimana ‘tak ada sarjana Kristen yang tak kebingungan saat ditanya tentang doktrin ini’. Bagi umat di luar Kristen, atau bagi kalangan skeptis, beredar isu bahwa doktrin ini hanyalah wujud sinkretisme dari doktrin-doktrin agama pagan masa lalu, yang banyak menganut politeisme Tiga Wujud. Isu ini dihubungkan dengan Konsili Nicea pada tahun 325 yang mana dipimpin oleh Kaisar Konstantin Agung yang dalam sejarahnya, adalah seorang penganut Romawi pagan dengan tiga Dewa tertingginya. Karena demi memudahkan penerimaan Kristen bagi penganut pagan, maka Kaisar Konstantin membuat konsep Tiga ‘Tuhan’ dalam Kristen, yang dipaksakan untuk disepakati oleh uskup-uskup Kristen yang hadir dalam konsili waktu itu.
Problem Teologis tersebut kemudian menjadi pondasi paling rapuh dari Kristen, yang pada akhirnya membentuk Kristen menjadi agama yang doktriner, dan dalam beberapa konteks, kontempelatif—misal dalam hal kerahiban dengan laku selibat di dalamnya. Yang memprihatinkan, dalam satu kerapuhan pondasi itulah, justru ekstrimisme terhadap doktrin menjadi semakin kuat, dan pada akhirnya mengubah gereja Kristen menjadi gereja yang tidak toleran terhadap pemahaman Kristen yang berseberangan dengan pemahaman mayoritas. Hukuman mati bagi para bidat (pelaku bidah, para sempalan Kristen ’sesat’) adalah konsekuensi yang harus dilakukan oleh gereja demi menyelamatkan bangunan Kristen. Dan mengenai ekstrimisme ini, bila dibandingkan dengan ekstrimisme Islam, berani saya katakan lebih, karena beberapa alasan.
GNOSISME, GEREJA DAN SUFISME ISLAM: SEBUAH PERBANDINGAN
Dalam Kristen dikenal adanya ajaran/paham Gnosis, yaitu suatu paham mistisme Kristen, yang mendasarkan ajarannya pada teks-teks non-kanonikal ortodoks, atau mendasarkannya pada ajaran-ajaran yang berasal dari ‘luar Kristen’. Pada hakikatnya, Gnosisme mirip dengan Sufisme dalam Islam, namun ada satu perbedaan mencolok di antar keduanya. Apakah itu? Perbedaannya adalah, Gereja Kristen menolak Gnosisme sebagai bagian dari Kristen dan menganggapnya sesat, sementara umat Islam ortodoks/tekstual/mayoritas tidak pernah menganggap sufisme sebagai sesat. Pada satu titik ini bisa saya pahamkan kiranya, bahwa secara teologis-doktriner, Kristen lebih ekstrim daripada Islam.
EKSTRIMISME ISLAM KONTEMPORER DAN STIGMA GLOBAL
Pada abad ini, terjadi dinamika keagamaan dimana munculnya kelompok ‘ekstrimisme’ Islam yang melakukan kegiatan teror dibanyak tempat. Banyak orang kemudian menjadikannya titik tolak penilian negatif kepada bangunan Islam keseluruhan, dan secara internal, meruntuhkan mental integratif generasi muda Islam. Islam tidak damai, Islam keras, Islam berdarah; pemahaman itulah yang menjadikan generasi muda Islam minder dan memalingkan hatinya dari ruh pengakuan akan jatidiri Islam.
Fenomena ekstrimisme ini memang pelik, karena bagi mayoritas muslim di dunia, keberadaan ekstrimis Islam itu menjadi ’saus-ekstra-pedas’ yang dalam sekejap bisa membangkitkan rasa ‘perlawanan identitas’ terhadap barat, tetapi juga menyebabkan ’sakit perut yang berkepanjangan’. Umat Islam mayoritas tidak bisa menerima ekstrimisme fasis tersebut dan menganggapnya salah kaprah, karena tidak memberi akibat apapun kepada Islam selain kesalah-pahaman-paradigma yang amat merugikan.
Namun, pada intinya, di sisi lain, sebagai respon dari kesalah-pahaman global sebagai akibat ekstrimisme itu, umat Islam dengan tegas berusaha menjelaskan bahwa, esktrimisme itu bukan soal konflik teologis agama, tetapi konflik politis, murni konflik politis. Para ekstrimis Islam itu melakukan gerakan makarnya bukan menginginkan seluruh dunia menjadi Islam, tetapi hanya menuntut keadilan sosial dan kemanusiaan yang telah dirampas oleh barat dan komunitas non-Islam.
LIBERALISASI ATHEISTIK: SEBUAH KAJIAN
Adalah lucu, saat begitu banyak generasi muda Islam yang kurang nyaman dengan ke-Islaman-nya kemudian mengambil arah pemikiran kepada atheisme. Mereka mendasarkan pemahamannya pada sejarah Eropa dan pemikiran Eropa, padahal antara sejarah (Kristen) Eropa dan Islam sama sekali berlainan.
Kristen Eropa berlalu dengan konflik internal (teologis-politis) yang menyebabkan mereka menjadi komunitas yang memiliki ‘konflik kepribadian’ yang membingungkan, sementara Islam berlalu dengan kisah-kisah kejayaan yang akhirnya runtuh karena gesekan-gesekan politis dengan dunia luar—dalam hal ini Kristen dan Eropa.
Jadi, jika ada generasi muda Islam yang berdalil bahwa ‘Tuhan telah mati’ karena membaca tulisan Friedrich Nietzsche, patutkah dipahami bahwa Eropa memang benar-benar kehilangan arah, sehingga menyebarkan ‘pemikiran-pemikiran bias’-nya kepada seluruh dunia, bahkan di dunia yang jelas-jelas tidak pernah terjadi konflik antara lembaga agama dan cendekiawan seperti Islam.
Untuk apa lagi kita harus ‘pekewuh’ dengan Barat? Belajarlah ilmu saintifik dari mereka—karena saat ini mereka unggul disitu—tapi banggalah dengan identitas kita sebagai manusia Timur, dan sebagai umat Islam !

fil

Pada masa pemerintahan Abbasiyah, bahwa masa subur, di mana warisan Yunani yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Khalifah pada awalnya tertarik untuk melihat apa ilmu ada di sana, kemudian bekerja pada pemerintahan sipil, maka karya-karya etis, jika ada maka itu semua bekerja. Jadi tidak mengherankan bahwa ada upaya kuat untuk menerjemahkan semua karya (ca. 754-833).
[2] Pada awalnya, beberapa terjemahan tidak dari salinan asli baik tetapi sebagai permintaan untuk literatur filsafat naik eksemplar lebih dan lebih baik ditemukan. Menariknya Namun, beberapa karya penting tidak pernah berhasil ke dalam bahasa Arab misalnya politik Aristoteles (bdk. Aristu ) tidak pernah ditemukan. Juga di antara salinan buruk / terjemahan puisi adalah Aristoteles. Untuk membuat hal-hal bahkan yang terburuk, beberapa Plotinus Enneads '(tersedia online cf Enneads ) akan diterjemahkan di bawah judul Teologi Aristoteles , sehingga Muslim punya bias jika tidak pandangan kontradiktif Aristoteles . Beberapa penulis mempertanyakan atribusi untuk Aristoteles tetapi tidak seorangpun bisa penelitian ini lebih lanjut. Salah satu dari mereka yang sangat apposed pandangan bahwa Teologi itu adalah karya Aristoteles adalah Averroes (w. 1198). Karena Yunani tidak salah satu bahasa yang banyak dipelajari Muslim berbahasa Arab. Keunggulan yang dirasakan dari bahasa Arab terhalang banyak dari belajar atau menulis dalam bahasa lain.
[3] Penyebaran filsafat Helenistik di dunia Muslim akan menjadi yang pertama diuraikan oleh filsuf Arab pertama al-Kindi (ca.800-865). Dia menulis banyak karya di bidang ilmu pengetahuan Yunani dan filsafat . Dia meletakkan dasar bagi orang lain untuk mengikuti mempelajari karya-karya filsafat. Kontribusi utamanya adalah keyakinan bahwa warisan Yunani berisi kebenaran penting bahwa umat Islam tidak mampu untuk mengabaikan. Sebagai seorang matematikawan ia menyadari pentingnya Logika Aristoteles, Namun, al-Kindi menemukan metafisika Aristoteles bertentangan; bahwa Aristoteles tidak menawarkan dukungan logis yang valid untuk masalah keabadian dunia.
[4] Al-Kindi dalam filsafat matematika disajikan argumen yang tak terhingga sebenarnya membatalkan diri. Juga dalam filsafat alam ia menunjukkan bahwa materi, gerak, dan waktu sebagai konsep erat terkait (ini adalah lanjutan bekerja membandingkannya dengan pengetahuan abad pertengahan.) Karena materi tidak bisa abadi, dan tidak dapat menghasilkan keberadaannya (lih esensi dan generasi argumen) maka gerak dan waktu yang tidak kekal juga. Al-Kindi adalah filsuf muslim pertama yang mencatat dengan jelas bahwa metafisika para filsuf Yunani pertama diri bertentangan, dan kedua hal itu bertentangan dengan keyakinan Islam. Dia juga memberikan dasar keagamaan untuk mempelajari bidang ini.
[5] Al-Kindi akan terbukti menjadi pemikir Islam yang paling sulit untuk belajar yang menjelaskan kelangkaan bekerja pada dirinya. Hal ini karena berbagai alasan beberapa yang adalah bahwa ia adalah seorang ilmuwan, filsuf ilmu pengetahuan, seorang ahli matematika yang ketat dan seorang sastrawan dengan perintah tinggi Arab. Orang yang tidak berpengalaman dalam semua topik di samping pemahaman yang solid ilmiah Arab tidak akan dapat sepenuhnya menghargai al-Kindi atau kontribusi.
[6] Kemudian itu akan sampai dengan al-Farabi yang akan merumuskan filsafat dengan cara yang akan cocok untuk selera Muslim [yang bertugas di pengadilan Hamdanid di Aleppo, Suriah utara.]. (870-950) Usahanya akan ditujukan untuk menguraikan filsafat dalam istilah Islam. Hal ini bermanfaat untuk dicatat bahwa dalam hidupnya ia bukanlah sosok dicatat di lapangan.   Sebenarnya, Ibnu Sina adalah salah satu yang dipopulerkan tulisannya. Dia dikenal sebagai guru kedua (setelah Aristoteles ). Dia juga meletakkan sebuah dasar penting dalam setiap bidang utama filsafat dan yang paling penting filsafat politik. Dia akan menjadi dikreditkan dengan mempopulerkan neo-Platonisme di dunia Muslim.
[7] Penting untuk filsuf Islam adalah konsep kenabian, yaitu Allah memilih utusan dan endowing mereka melalui nubuat (komunikasi dari Allah, baik secara langsung atau melalui Malaikat) dengan pencerahan dan kebenaran. Ini adalah konsep yang harus dijelaskan secara filosofis. Ini akan menjadi al-Farabi yang akan merumuskan sebuah konsep yang dalam hal Helenistik. Untuk al-Farabi , ia akan menyamakan dua sumber wahyu yaitu pengetahuan dan filsafat sebagai dua jalan menuju pencerahan dan kebenaran.
[8] Al-Farabi telah menyelesaikan banyak dalam semua bidang utama filsafat termasuk metafisika, logika, teori musik, etika dan politik. Tidak hanya dia membuat upaya berani untuk mendamaikan filsafat dengan ajaran Islam, ia juga berupaya untuk mendamaikan filsafat dengan itu sendiri, yaitu bekerja pada filsafat Plato dan Aristoteles (tersedia online lih al-Farabi ). Dia juga seorang musisi terkenal besar.
  [9] Tak lama kemudian, sebuah karya gado-gado yang disebut surat-surat dari saudara-saudara kemurnian Rasil Ikhwan al-Safa. (946-1055 ca.) Karya ini adalah campuran filsafat (Pythagoras spekulasi), teologi (Yahudi, Kristen, Persia, Hindu, dan unsur-unsur Islam), mistisisme, matematika, teori musik, dan astrologi. Prof Hitti, dalam sejarah tentang orang-orang Arab mengatakan kelompok ... mereka jelas bertujuan untuk menggulingkan [Abbasiyah] dengan merusak sistem intelektual populer dan keyakinan agama. hal 373. Penting untuk dicatat bahwa mereka selaras dengan aturan Fatimiyah .
[10] Tokoh yang paling penting yang ketiga dalam filsafat adalah Ibnu Sina (Avicenna) (980-1037) [Dia tinggal di Iran Utara / FSSR]. Dia menulis pada berbagai ilmu pengetahuan, obat-obatan yang kontribusinya paling berharga. Dia juga menulis tentang semua cabang filsafat. Dia juga dikreditkan dengan mempopulerkan filosofi untuk kaum elite. Ada banyak legenda yang mengelilingi hidupnya tidak hanya tetapi ada banyak buku yang dikaitkan kepadanya bahwa ia tidak menulis sesuai dengan rekening ilmiah. Ia masih banyak menulis tentang filsafat mulai dari karya pendek karya-karya ensiklopedis panjang, yaitu yang terkenal, al-Shifa (lit. penyembuhan) yang berjalan di 12 volume (2 volume tersedia online lih Avicenna ). Di luar filosofi terkenal ensiklopedi kedokteran, al-Qanun fi al-tibb-(Canon of Medicine - online tersedia dalam bahasa Arab asli (1593 ed), dari mana istilah Inggris 'kanon' berasal dari..
[11] Al-Ghazali (1058-1111) adalah tokoh penting dalam sejarah pemikiran Islam.   Ia adalah seorang sarjana fikih Islam dan teolog oleh pelatihan yang menyelidiki filosofi kebutuhan.   Dia juga seorang penulis berbakat dengan bakat yang tajam untuk menjelaskan subjek singkat. Dia mengklaim tiga hal berkaitan dengan filsafat di dunia Islam pada masanya. Klaim pertama adalah bahwa beberapa ajaran filsafat dijalankan terhadap ajaran Islam ke titik bahwa mereka tidak dapat didamaikan rasional. Kedua, ajaran-ajaran ini juga bertentangan dengan ajaran filsafat itu sendiri, karenanya mereka inkoheren terbaik dan sebaliknya destruktif. Ajaran-ajaran ini bertentangan dengan filosofi dan tujuan yang dinyatakan menjadi koheren, logis dan konsisten. Ketiga, beberapa ajaran filsafat berguna untuk Islam, yaitu logika, matematika, astronomi, fisika, dll
[12] Untuk membuktikan pendapatnya al-Ghazali melakukan dua hal yang pertama-tama ia menulis sebuah ringkasan (berjudul Maqasid al-falasifah (Tujuan dari filsuf) dari ajaran filosofis berkonsentrasi pada metafisika dan logika. Ringkasan ini terbukti berguna dan dengan pengenalan yang hilang dan penutup akan mendapatkan dia judul ekspositor filsafat Avicennain di barat tujuan yang dinyatakan-Nya adalah bahwa dalam rangka untuk dapat menolak filsafat satu harus kompeten dalam hal itu.. ini dia, banyak yang cemas sebangsanya yang mengklaim bahwa Anda telah melakukan tugas filsuf dengan menyederhanakan ajaran mereka untuk orang awam. Ibnu Rusyd akan melampiaskan kemarahannya pada dirinya tahun kemudian untuk melakukan ini juga. Bagaimana ia bisa membawa ke massa literatur elit yang telah disembunyikan oleh pernyataan terminologi dan samar-samar kompleks yang hanya pilih yang memahami setelah menjalani melalui pelatihan.
[13] Karya lain (berjudul Tahafut al-falasifah (Ketaklurusan / Penghancuran filsuf-tersedia secara online cf al-Ghazali ) merupakan penentangan dari ajaran filsafat metafisik diringkas dalam dua puluh poin Tiga dari titik-titik ini tidak hanya menyebabkan bid'ah tapi. langsung infidelism.   Pekerjaan ini diterima dengan baik oleh para ulama pada masanya yang digembar-gemborkan sebagai sebuah kemenangan bagi ajaran Islam. Filsafat adalah sekali dan untuk semua dikalahkan di medan perang sendiri. Ini tidak lagi memegang bahwa pesona atau udara misteri yang Avicenna telah berusaha begitu keras sepanjang hidupnya untuk menutupi dengan. Fakta ini tidak boleh ditafsirkan untuk menunjukkan akhir filsafat di dunia Muslim. Hal ini tidak terjadi karena membuka pintu bagi banyak teolog untuk belajar filsafat dengan relatif mudah. Sebenarnya kasus dapat dibuat bahwa ia mempopulerkan karya-karya Ibnu Sina dalam lingkungan agama yang terus belajar sampai hari terakhir dari Kekaisaran Ottoman.
Filsafat Islam di Barat:
[14] Karya-karya al-Ghazali akan memiliki sejarah yang menarik di Andalusia. Bagian dari misteri adalah karena sebagian ketenaran bahwa al-Ghazali dicapai. Beberapa karya sesat teologis dan esoteris belum lagi ditulis oleh penulis anonim dan dikaitkan dengan al-Ghazali . Tambahkan ke fakta bahwa al-Ghazali akan berubah pikiran pada beberapa isu legislasi dan teologi. Kedua elemen ditambahkan bersama-sama menyebabkan kesalahpahaman tentang al-Ghazali .
[15] Seorang tokoh besar di Andalusia yang berkontribusi terhadap kesalahpahaman al-Ghazali adalah seorang dokter pribadi khalifah Almohad Abu Yusuf Ya qub (1163-1184).   Ibnu Tufyal (1106-1185) belang-belang di neo-Platonisme dan mengikuti ajaran-ajaran esoteris Avicenna di samping untuk karir berkembang medisnya. Dia adalah penulis terkenal dari roman filosofis fiksi berjudul Hayy bin Yaqthan [Hidup putra Awake]. Ini adalah sebuah perumpamaan filosofis ditetapkan pada sebuah pulau di Samudra Hindia (modern hari Sri Lanka?) Yang menceritakan kisah Hayy seorang anak yang tumbuh di Pulau tanpa kontak manusia, ia dibesarkan oleh seorang kijang (rusa / rusa) . Sebagai Hayy tumbuh ia menemukan agama alamiah. Nanti pada saat ia tumbuh pelaut yang terdampar di Pulau yang mengajarkan kepadanya bahasa manusia dan agama, dan banyak kejutan mereka menemukan banyak poin kesepakatan.
[16] Intinya penulis di sini adalah mencoba untuk membuat adalah bahwa agama dapat tiba di alami tanpa bantuan wahyu. Menariknya konsep ini tidak begitu asing bagi Islam, yang melihat dirinya sebagai agama Alam. Anehnya, ini neo-Platonis akan menjadi mentor dari Arab paling terkenal Aristoteles, Ibnu Rusyd .   [Catatan Sejarah: Pernyataan terakhir dari mentor Ibnu Rusyd adalah benar-benar terbuka untuk pertanyaan mungkin itu adalah barang dari legenda bersama dengan klaim historis yang sama bahwa Ibn 'Arabi belajar filsafat dari Ibn Rusyd. Barangkali Ibn 'Arabi belajar (jika tidak dikosongkan) Ibnu Rusyd filosofis Ibnu Tufail yang (baca sufi) berpikir.]
[17] Ibnu Rusyd (1126-1198)-dikenal sebagai Averroes di Barat dan kadang-kadang komentator - akan tarif baik di barat maka di antara orang sendiri. Alasan untuk ini adalah baik melihatnya sebagai ide-ide Aristoteles ekspositor. Dia adalah pengikut ketat Aristoteles untuk suatu kesalahan. Ibnu Rusyd akan membuat upaya berani untuk mengambil ide-ide Aristoteles s pada politik dari Republik Plato. Dia tidak hanya akan mengomentari semua pekerjaan yang ada Aristoteles s tetapi juga akan meringkas mereka dan menulis komentar besar pada mereka. Dia juga akan menulis sanggahan titik-demi-titik al-Ghazali s kritik dari filsafat, Tahafut -keberhasilan yang diperdebatkan secara luas karena fakta bahwa ia hanya membela doktrin Aristoteles.
[18] Namun, dalam usahanya untuk membela filsafat, ia hanya akan membela ide-ide Aristoteles s saja. Dia percaya bahwa puncak ajaran filosofis berakhir dengan master, Aristoteles . Sarjana banyak kemudian akan melihat ini sebagai upaya untuk membela Aristoteles dan bukan sanggahan lengkap al-Ghazali . Ide-ide filosofis bahwa al-Ghazali menyerang adalah ide-ide Ibnu Sina dan al-Farabi beberapa di antaranya datang dari Aristoteles sementara mayoritas berasal dari Plato dan Plotinus .
[19] Untuk kredit, Ibnu Rusyd akan memiliki cukup pengaruh pada filsafat abad pertengahan Eropa melalui terjemahan Latin dari karya-karyanya. Dia juga akan meragukan keaslian atribusi dari teologi Aristoteles Aristoteles. Pekerjaan, seperti disebutkan di atas, adalah kompilasi dari beberapa bab dari Plotinus Enneads.
Filsafat di Timur Islam sejarah belum diselesaikan:
[20] Sejarah dari perdebatan filosofis yang dimulai oleh al-Ghazali dan Ibn Rusyd akan terus di tangan penulis di Timur Islam pada umumnya dan di tanah Ottoman setelah gerhana kekuasaan Islam Andalusia. Bahkan Sultan Mehmet II yang terkenal (alias fatih [penakluk] r. (1451-1481) perintah dua dari ulama kerajaan untuk mengkompilasi buku untuk merangkum perdebatan antara al-Ghazali dan filsuf muslim . Kedua karya-karya ini telah dipublikasikan salah satu dari yang dalam edisi kritis. (baik yang tersedia secara online cf IPO ) Seperti yang ditunjukkan ini bagian dari kebutuhan sejarah belum ditulis, setiap pengambil?

filsafat

"Setiap filsafat yang jujur ​​adalah merusak diri sendiri" (Wittgenstein)

oleh Gustav von Hertzen | Thu, 2009/11/18 - 11:01

Intro

Permainan bahasa bermakna adalah selalu tidak lengkap, kekurangan, cacat dalam beberapa pengertian. Kurangnya kelengkapan dan kesempurnaan adalah harga tidak dapat dihindari yang harus dibayar untuk ruang lingkup tak terbatas bermain. Kebenaran tentang diri kita dan tempat kita di dunia ini dimakamkan di kontradiksi yang mendalam dan tidak dapat dinyatakan dalam eksplisit, istilah ambigu. Kebenaran hanya dapat terjadi dalam iman.

Dari yang untuk menjadi

Filsafat, cinta kebijaksanaan, yang pada dasarnya berpikir tentang berpikir. Ambisi ini 'ilmu ilmu' self-referensial selalu untuk menyajikan gambaran yang konsisten dan tak tergoyahkan dunia dan kehidupan, berdasarkan prinsip-prinsip pertama. Mengingat apa yang telah dikatakan di atas (ini pencarian kebenaran), terus-menerus frustrasi harapan-harapan ini tidak harus datang sebagai kejutan. Itu semua terlalu mudah karena eksposisi filosofis dan metafisis merosot ke dalam permainan bahasa yang kosong, terputus dari kenyataan. Bahkan yang terbaik, mereka sebagian besar mencerminkan prasangka eksistensial pemikir tertentu dalam sebuah idiom halus atau muskil.
Ludwig Wittgenstein telah menunjukkan, lebih meyakinkan, bahwa setiap filsafat jujur ​​harus merusak diri sendiri. Berpikir rasional tidak dapat mengukur sendiri tanpa bantuan beberapa halus menipu diri sendiri. Diusir dari surga ini bodoh, pasca-Wittgensteinian filsafat telah menurunkan pemandangan dan secara bertahap menjauhi semua penilaian serta metafisika. Situasi diri pasangan telah mendorong para filsuf untuk menempatkan bahasa biasa, media yang sangat pikiran, di bawah pengawasan dan memaksa mereka untuk menyelidiki beberapa berakhir mati sangat instruktif.
Sejarah filsafat adalah sebuah kisah tentang kesalahan manusia, kemudian terkena oleh generasi kemudian. Kami sekarang akhirnya datang untuk memahami batas-batas bahasa dan filsafat, yaitu eksplisit, berpikir analitis. Sejak zaman klasik yang beralaskan tertinggi, keselarasan dan keseimbangan, telah atribut jelas dari semua kebenaran dasar. Filsafat proses Alfred North Whitehead panenteistik yang mengambil jalur berlawanan dalam pendekatan secara ketat dinamis. Allah adalah boith dekat dan transenden, baik bagian dari dan eksternal untuk dunia.
Dalam Proses dan Realita (1929) Whitehead tiba di suatu metafisika yang konsisten dan radikal dinamis. Dunia tidak menjadi tetapi menjadi, pada setiap saat itu dibuat baru, meskipun sesuai dengan aturan statistik berubah. Ide dasarnya adalah bahwa perubahan itu adalah satu-satunya realitas. Dunia tidak menjadi tetapi menjadi: semua substantives larut menjadi verba. Stabilitas relatif dari alam semesta kita adalah tergantung pada banyak replay persis terkoordinasi, mengulangi diri resonansi yang hidupnya sangat panjang bentang meskipun tidak terbatas.

Filsafat ilmu

Filsafat ilmu menampilkan hiruk-pikuk yang tidak kompatibel jika tidak bertentangan pendapat. Dalam singkat: dalam positivis logis berusaha untuk memverifikasi diri objektivitas dan akibatnya untuk total nilai kebebasan. Popper dan Lakatos merekomendasikan kombinasi dari rasionalisme difalsifikasi dan self-kritis pluralisme, sementara Kuhn dan Feyerabend mewakili derajat yang berbeda dari relativisme nilai. Marxisme dan cabang-cabangnya, di sisi lain, tampaknya telah jatuh korban serius imunisasi diri dalam pencarian utopis mereka untuk 'ilmiah benar' nilai-nilai.
Jangkauan pemikiran ilmiah adalah terbatas. Bahkan komunikasi sehari-hari kita memerlukan kerangka yang lebih luas acuan. Kegunaan praktis selalu menjadi panduan dalam mengevaluasi mode alternatif tindakan. Pragmatisme adalah cabang filsafat, yang berkaitan kebenaran dan realitas untuk utilitas - kesuburan, fungsi dan keberhasilan. Penemu dan filsuf Buckminster Fuller (1895-1993) menyatakan bahwa tanda dari pengetahuan nyata adalah bahwa hal itu membantu untuk membangun sebuah mesin yang lebih baik. (GvH 2008)
Pragmatisme adalah 'Amerika' filsafat. Nama besar adalah Charles S. Peirce (1839-1914), William James, John Dewey (1859-1952) dan Willard Quine (1908-2000). Mereka berpendapat bahwa setiap filsafat harus dianggap sebagai suatu konstruk pemikiran empiris AC yang terbuka untuk verifikasi atau falsifikasi melalui pengalaman manusia. Pragmatisme berakar pada teori evolusi dan logika matematika, dibumbui dengan dosis fallibilism - tidak ada yang benar-benar yakin tapi selalu dapat bergerak lebih dekat dengan kebenaran. Quine berpendapat bahwa "filsafat ilmu adalah filsafat cukup". (GvH 2008)
Untuk filsuf Eropa, penghinaan berpikir deduktif dan spekulatif telah sulit untuk dicerna. Kontaminasi dari abstraksi murni filsafat dengan empirisme polos telah menjadi batu sandungan. Kontras antara Amerika dapat melakukan mentalitas dan intelektual Eropa swasembada muncul kembali dalam filsafat. Untungnya ada jembatan pembangun, misalnya Hans Joas, yang pada Die des Kreativitet Handelns (1992) dan Die Entstehung der Werte (1997) * berdiri sebagai pragmatis Eropa.
Pragmatisme harus, seperti demokrasi, diisi dengan makna yang lebih dalam, jika kita tidak dapat mengatasi tantangan moral kita. Kekuatan dan kelemahan dari pragmatisme adalah bahwa perdebatan dan emosional dimuat pertanyaan prinsip yang disisihkan. Ini adalah ekonomi pikiran yang baik, tetapi manusia tidak untuk konten lama dengan mata pencaharian sehari-hari, bahkan jika dilengkapi dengan round-the-jam hiburan. Kami sedang mencari peran dalam konteks yang lebih besar, kita merindukan pijakan yang aman dengan gambaran yang lebih baik dan pemahaman yang lebih dalam.

Nilai filsafat

Sejak Socrates (469-399 SM) para filsuf telah unggul di berspekulasi pada sifat moralitas dan kebenaran. Ambisi yang besar selalu untuk memperoleh, dari prinsip pertama, moralitas rasional atau lebih kategori yang lebih abstrak yang disebut etika. Masalahnya adalah bahwa logika sempurna cenderung memburuk menjadi argumen melingkar. Bukti hipotesis ini diam-diam termasuk dalam asumsi-asumsi dasar. Atau salah satu berakhir dengan tautologi kosong yang ke mana-mana. Ini bukan untuk mengatakan bahwa filsafat klasik yang kurang dalam pikiran menembus dan kesimpulan mulia. Namun dalam kenyataannya kesimpulan pertama kali datang di sebagai jelas. Hanya kemudian melakukan filsuf menggunakan penalaran halus untuk menyimpulkan kesimpulan yang diinginkan dari asumsi-asumsi yang jernih.
Tujuan yang realistis untuk berpikir metafisik dan filosofis otentik tidak untuk mencapai pengetahuan yang benar, tetapi untuk mengurangi kebingungan. Kita mungkin mampu mengasah nilai-nilai kami pada asah mental, tetapi kita tidak pernah dapat memperoleh apa pun dari artefak tersebut. Filsafat tidak menciptakan tetapi mencerminkan sistem nilai yang berlaku. Bukan filsafat tetapi bahasa ibu adalah ilmu sejati ilmu, instrumen universal berpikir.

Minggu, 11 Desember 2011

PERKEMBANGAN PEMIKIRAN MENGENAI ADMINISTRASI PEMBANGUNAN


Horizontal Scroll: Nama : Yaya Haryana  
Nim  : 208800090
Kelas  : AN-C
M.kul : administrasi pembangunan

 

PERKEMBANGAN PEMIKIRAN MENGENAI ADMINISTRASI PEMBANGUNAN
Pengertian Administrasi Dan Pembangunan
Ada berbagai pengertian mengeenai administrasi yang paling berdasar adalah pengertian dari waldo yang menyatakan bahwa administrasi negara adalah species dari genus addministrasi, dan administrasi itu sendiri berada dalam keluarga kegiatan kerjasama antar manusia. Waldo (1992) menyatakan administrasi dan kegiatan kerjasama antar manusia lain adalah derajat rasionalitasnya yang tinggi
            Oengertian pembangunan dapat di tinjau darierbagai segi. Kata pembangunan secara sederhana sering diartikan sebagai proses perubahan kearah keadaan yang lebih baik. Seperti dikatakan oleh seers (1969) disini ada pertimbangan nilai (alue judgment). Atau menurut riggs (1966) ada orientasi nilai yang  menguntungkan (favorable value orientation). Namun ada perbedaan antara arti pembangunan dan perkembangan. Pembangunan adalah perubahan ke arah kondisi yang lebih melalui upaya yang dilakukan secara terencana, sedangkan pembangunan adalah perubahan yang dapat lebih baik atau lebih buruk, dan tidak perlu ada upaya tertentu.
Pembangunan menjadi bahan kajian sebagai disiplinn ilmu, terutama setelah perang dunia kedua (PD  II) dengan lahirnya banyak dunia  baru yang semula merupakan wilayah jajahan. Pembangunan sering dikaitkan dengan modernisasi dan indrustrialisasi. Seperti dikatakan gouled (1977), ketiga-tiganya menyangkut prooses perubahan.pembangunan adalah salah satu bentuk perubahan sosial, modernisasi adalah suatu bentuk  khusus (special case) dari pembangunnan, industrialisasi adalah salah satu segi (a single facet) dari pembangunnan. Seperti dikatakan black, et al (1975) melukiskan modernisasi  sebagai proses di mana terjadi transpormasi masyarakat sebagai dampak revolusi ilmu pengetahuan dan teknologi. Pembangunan adalah pembaharuan, yang juga merupakan suatu bentuk perubaha kearah yang dikehendaki, tetapi lebih berkaitan dengan nilai-nilai atau sistem nilai.
Konsep-Konsep Pembangunan
Pembangunan, menurut litratur-literatur ekonomi pembangunan sering didefinisikan sebagai suatu proses yang berkesimnambungan dari eningkatan pendapatan riil perkapita melalui peninngkatan jumlah dan produktivitas sumber daya. Menuurut adam smith (1776) proses pertumbuhan diawali apbila perekonomian mampu melakukan pembagian kerja (division of labor). Dalam model horrod-domar pertummbuhan ekonomi akan ditentukan oleh dua unsur pokok, yaitu tingkat tabungan (investasi) dan produktivitas capital (capital output ratio). Teori pertumbuhan selanjutnya mencoba menemukan factor-faktor lain, salah satu teori prndapatan bahwa investasi sumber daya manusia mempunyai pengaruhh yang besar terhadap peningkatan produktivitas. Teori human capital ini selanjutnya diperkuat dengan berbagai studi empiris antara lain untuk amerika serikat oleh Kendrick (1976). Salah satu harapan atau anggapan dari pengikut aliran teori pertumbuhan adalah bahwa hasil pertumbuhan akan dapat dinikmati masyarkat sampai di lapisan yang paling bawah.
Meskipun pembangunan harus berkeadilan, namun disadari bahwa pertumbuhan tetap penting. Masih dalam rangka mencari jawaban terhadap tantangan peradigma keadilan dalam pembangunan, perkembangan pendekatan kebutuhandasar manusia atau BHN  disusun untuk menyediakan barang dan jasa dasar bagi masyarakat miskin, seperti makanan pokok air dan sanitasi, perawatan kesehatan, pendidikan dasar, dan perumahan walaupun RWG dan BHN mempunyai tujuan yang sama. Beberapa ahli berpendapat juga bahwa pemerataan pendapatan lapangan kerja (serrs, 1970). Menurut teori ini, barang-barang yang dikonsumsi masyarakat miskincenderunng masih bersipat pada tenaga kerja di banding dengan konsumsi maeyarakat yang berpendapatan lebih tinggi. Ada dua aliran dalam teori ketergantungan. Yaitu aliran marxis serta aliran non marxis. Aliran marxis dan non marxis menggunakan kerangka analisis dari teori marxis tentang imperialisme. Aliran ini tidak membedakan secara tajam mana yang termasuk struktur internal dan struktur eksternal.
Dalam pembahasan mengenai berbagai paradigma yang mencari jalan kearah pembangunan yang berkeadilan perlu diketengahken pula teori pembagunan yang berpusat pada rakyat. Paradigma terakhir dalam pembahasan ini, yang tidak dilepaskan dari paradigma pembangunan sosial dan berbagai paradiga didalamnya yang telah dibahas terdahulu, adalah paradigma pembangunan manusia.menurut paradigma ini, tujuan utama pembangunan adalah menciptakan suatu lingkungan yang memungkinkan masyarakat menikmati kehidupan yang kreatif, sehat dan berumur panjang. Walaupun tujuan ini sederhana, namun sering terlupakan oleh keinginan untuk eningkatkan akumulasi barang dan modal. Menurut paradigma ini, tujuan pokok pembangunan adalah memperluas pilihan-pilihan manusia (UI Haq, 1995) pengertian ini mempunyai dua sesi. Pertama, pembentukan kemampuan/ kapabilitas manusia, seperti tercermin dalam kesehatan, pengetahuan, dan keahlian yang memikat. Kedua, penggunaan kemampuan untuk yang telah dipunyai untuk bekerja, untuk menikmati kehidupan  atau untuk aktif dalam kegiatann kebudayaan, sosial dan politik. United Nation Development Program (UNDP), yang mengembangkan indeks pembangunan manusia dan human development indeks (HDI). Indeks ini merupakan indicator komposit/gabungan yang terdiri dari tiga ukuran, yaitu. Kesehatan (sebagai ukuran longevity), pendidikan (sebagai ukuran knowledge), dan tingkatan pendapatan riil (sebagai ukuran living standards). Demikin berbagai aliran pemikiran dalam studi pembangunan yang berkembang selama ini.


Perkembangann Pemikiran Dalam Ilmu Administrsi Negara
                Sebagai mana disiplin ilmu0ilmu lainya, dan seperti juga konsep-konsep mengenai pembangunan yang telah di uraikan di atas ilmu administrasi negara juga berkembang selama kurang lebih satu abad, administrasi negara telah mengalami perjalanan yang panjang, dan sebagai disiplin ilmu mengalami pasang surut. Berbagai cara dapat digunakan untuk menganalisis perkembangan konseptual ilmu administrasi negara, antara lain mettode pendekatan matrixs loccus dan foccus (2x2  matrixs) dari golembiewski (1977) yang menghasilkan empat fase dalam perkembangan ilmu adminnistrasi negara. Fase-fase tersebut adalah (1) fase perbedaan analisis politik dari administrasi (2) fase perbedaan kongkrit politik dari adminstrasi, (3) fase manejemen dan (4) fase orientasi terhadap kebijaksanaan publik nikolas hendri (1995) menggunakan pendekatan lain. Yaitu teori deskriftif, noratif, asumtif dan instrumental, hendry mengenali tiga soko guru pengertian (devining pillras) administrasi negara, yaitu: (1) perilaku organisasi dan perilaku manusia dalam organisasi publik, (2) teknologi manejemen dan lembaga-lembaga pelaksan kebijaksanaan, dan (3) kepentingan publik yang berkaitan dengan perilaku etis individual ab urusan publik.
            Henri mengetengahkan lima paradigma yang dalam administrasi negara, yaitu (1) dikotomi politik/administrasi (2) prinsip-prinsip administrasi serta tantangan yang timbul dan jawaban terhadap tantangan tersebut, (3) administrasi neegara sebagai ilmu politik, (4) administrasi negara sebagai manajemen (5) administrasi negara sebagai administrasi negara. Berbagai cara pendekatan tersebut perlu dipahami oleh pelajar ilmu administrasi negara.
Mmeskipun telah berkembang sebagi bidang studi tersendiri, administrasi negara masih saja menghadapi kesulitan untuk memisahkan diri dari ilmu politik. Sementara itu pendekatan scintific yang dirintis oleh taiylor (1912) pada masa sebelumnya dan di perkuat  antara lain oleh payol (1916) dan gulick (1937) mulai memperoleh tandingan dari para teoritis yang mulai menerapkan penddekatan hubungan manusia dan ilmu-ilmu perilaku (behavioral sciences) kedalam teori-teori administrasi dan organisasi. Para pakar administrasi nnegara  berusaha mencari jalan keluar. Selain harus mengenali kompleksitas perilaku manusia untuk dapat sah menjadi ilmu menurut dahl (1947) administrasi negara dapat mengatasi persoalan nilai atau norma dan berbagai situasi administrasi dan memperhitungkan hubungan antara administrasi negara dan lingkungan sosialnya.
Pemikiran dalam administrasi yang berkembang kemudian adalah administrasi yang partisipasif, yang menepatkan administrasi ditengah-tengah masyarakat dan tidakk diatas atau terisolasi darinya (montogomery 1988) pemikiran ini selain ingin menempatkan administrasi sebagai instrumen demokrasi juga mencoba menggunakan administrasi sebagai alat untuk menyalurkan aspirasi masyarakat, mengingat pentingnya peran etika dalam administrasi pembangunan, perkembangan, pemikiran dan kerangka teorinya dibahas tersendiri berikut ini.
Etika administrasi
Etika dan administrasi
Dunia etika adalah dunia filsafat, nilai, dan norma dunia administrasi adalah dunia keputusan dan tindakan. Etika bersifat abstrak dan berkenaan dengan persoalan baik dan buruk, sedangkan administrasi asalah kongkrit dan harus mewujudkan apa yang diinginkan (get the job done)
Jejak Rohr (1989), pakar masalah etika dalam birokrasi, yang menggunakan eika dan moral dalam penbgertian yang kurang lebih sama, meskipun untuk kepentingan pembahasan lain, misalnya dari sudut fisafati, memang ada perbedaan. Peran etika administrasi mengambil wujud yang lebih terang belakangan ini saja, yakni kurang lebih dalam dua dasarwarsa terakhir ini. Persoalannya sekarang adalah apa jaminan dan bagai mana  menjamin kewenangan itu digunakan secara benar dan tidak secara salah atau secara baik dan secara tidak buruk.
Pendekatan
Secara garis besar ada dua endekatan yang dapat diketengahkan untuk mewakili banyak pandangan mengenai adminitrasi negara yang berkaitan dengan etika , yaitu (1) pendekatan teleologi dan (2) pendekatan deontologi. Pertama pendekatan teleologi. Pendekatan teleologi terhadap etika administrasi berpangkal tolak bahwa apa yang baik dan buruk atau apa yang seharusnya dilakukan oleh administrasi, acuan utamanya adalah nilai kemanfaatan yang akan diperoleh atau dihasilkan, yakni baik atau buruk dilihat dari konsekuensi keutusan atau tndakan yang di ambil dalam konteks administrasi negara pendekatan teleologi mengenai baik dan buruk ini di ukur antara lain dari pencapaian sasaran kebijaksanaan-kebijaksanaan publik (seperti pertumbuhan ekonomi, pelayanan kesehatan, kesempatan untuk mengikuti pendidikan, kualitas lingkungan) pemenuhan pilihan-pilihan masyarakat atau perwujudan kekuasaan organisasi, bahkan kekuasaan per orangan kalo itu menjadi tujuan administrasi.
Fox (1994) mengetengahkan tiga pandangan yag menggambarkan pendekatan deontologi dalam etika administrasi ini. Pertama, pandangan mengenai keadilan sosial. Yang muncul bersama perkembangan konsep administrasi negara baru. Pandangan etika kebijakan bertumpu pada
Etika perorangan dan etika organisasi
            Dalam membahas etika dalam organisai,sejumlah pakar membedakan antara etika perorangan (personal ethics) dan etika organisasi.etika perorangan menentukan baik atau buruk perilaku individual seseorang dalam hubungannya dengan orang lain dalam organisai.etika menggariskan konteks tempat keputusan-keputusan etika progam itu di bentuk (vasu,stewart dan  
Administrsi pembangunan
Administrasi pembangunan bersumber dari administrsi negara.dengan demikian, kaidah-kaidah umum administrasi negara berlaku pula pada administrasi pembangunan.namun administrasi pembangunan memberi perintah lebih luas dari pada hanya membahas penyelanggaraan administrsi pemrintahan dalam pengertian umum,administrsi pembangunan bersifat dinamis dan inovatif,karena menyakut upaya mengandalkan perubahan-perubahan sosial.
Dimensi spesial dalam admimistrsi pembangunan
Pertimbangan dimensi ruanng dan daerah dalam administrsi pembangunan memiliki cara pandandang atau pendekatan (heaphy,1971).cara pandang pertama menyebukan bahwa dimeensi ruang dan daerah dalam perencanaan pembangunan adalah perencanaan pembanguna bai suatu kota,daerah ,ataupun wilayah.kebijaksanaan yang menyangkut dimensi ruang dalam administrasi pembangunan dipengaruhi oleh banyak faktor,disamping sistem pemerintah,politik,dan ekonomi sebagai mana disebutkan diatas,juga oleh pandangan eideologi,kemampuan sumber daya manusia didaerah,pengelompokan wilayah,perubahan sosial,dan lain sebagainya.
Kebijakan publik dalam administrsi pembangunan
Kebijakan publik (public ppolicy) merupakan bidang kajian yang berkembang pesat pada dasawarsa 1980-an.bidang kajian ini,yang oleh banyak ahli dipandang sebagai suatu subdisiplin atau sub-field,menjadi bidang kajiann ilmu administrsi dan ilmu politik,bahkan oleh henry (1995) diidentifikasi sebagai berada di antara (twilight zone) keda di siplin ilmu itu,ilmu ekonomi khususnya ekonomi politik juga mempunyai kontribusi yang kuat pada studi kebijaksanaan. Dye (1995), eulau dan prewitt (1973) dan peters (1993). Menurut dye (1995) kebilak sanaan publik adalah apa saja yang dilakukan dan tidak dilakukannoleh pemerintah mengenai masalah. Eulau dan prwitt (1979) mendefinisikan kebijaksanaan sebagai sebuah ketetapan yang berlaku yang dicirikan oleh perilaku yang konsosten dan berulang, baik dari yang membuatnya maupun yang menaatinya. Sedangkan peters (1993) mengertikan kebijakan publik sebagai total kegiatan pemerintah, baik yang dilakukan langsung atau melalui  pihak lain. Analisis kebijakan publik adalah upaya menghasilkan dan mentransformasikan informasi yang dibutuhkan untuk suatu kebijaksanaan.
Metode pendekatan
Berbagai metode pendekatan dalam analisis kebijaksanaan publik telah dikembangkan. Untuk memahami dan menjelaskan kebijaksanaan publik, dye menunjukan dan hanya sembilan model, yakni model institusional, proses, kelompok, elite, rasional, inkremental, teoripermainan (theori) pilihan publik (public choice) dan sistem. Henry lebih lanjut membagi modelnya dalam dua kelompok yakni sebagai proses dan sebagai keluaran (out put) sebagai proses ia menggolongkan enam model yakni model elite, kolmpok, sistem, institusional, neo-intsitusional, dan anarki yang diatur (organized anarchy) dari segi output ia mengenal tiga model yakni inkremental, rasional, dan perencanaan strtegis. Pendekatan proses lebih bersifat deskriptif, sedangkan pendekatan output lebih bersipat preskriptf, prekriptif dimaksudkan bahwa dengan pendekatan yang baik maka hasil atau isi dari kebijaksanaan publik akan menjadi lebih baik pula. Bukan maksudnya disini untuk membahas model-model terseut. Yangg patut dicatat adalah bahwa banyak kebijaksanaan tidak dapat dijelaskan hanya melalui satu model, tetapi merupakan gabungan dari berbagai model.
Kebijaksanaan publik dan pembangunan
Seperti dikemukakan di atas kebijaksanaan publik dapat dilihat dari (1) mengapa dan bagai mana (why dan how) yang mencoba memahami pekerjanya kebijaksanaan publik tanpa terkait dengan isinya, dan (2) apa (what) yang memberi perhatian pada substansi kebijaksanaan publik dan mencari pemecahan atas masalah yang dihadapi kebijaksanaan publik. Dalam kontek pembahasan ini dan dalam studi-studi kebijaksanaan publik, pengetahuan mengenai keduanya memang diperlukan para pengambil kebijaksanaan yang tidak memahami metodologi enetapan kebijaksanaan publik, dapat menanggung resiko mengambil pendekatan yang menyebabkan hasil atau dampak kebijaksanaan publik tidak sesuai dengan yang dimaksud. Oleh karena itu pengetahuan mengenai kebijaksanaai publik dan berbagai aspeknya perlu dimiliki oleh para pelajar administrasi pembangunan yang amat pentng adalah mempelajari dam memahami kondisi lingkungan kebijaksanaan publik di negara berkembang yang berbeda dengan dinegara- negara maju dna mempengaruhi kebijaksanaan berfungsinya administrasi pembangunan dinegara berkembang serta proses penetapan kebijaksanaan publik untuk pembangunan (lihat kartasasmita, 1995)